SEJARAH BERLAKUNYA ISLAM DI ACEH
A. AWAL PERKEMBANGAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Pada babak ini proses
da’wah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi
informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif
yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya.
Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di
Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun
kekuatan secara struktural. Hal ini dikarenakan awal masuknya Islam yang secara
manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra
(kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun
ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat
perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik
adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi
penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun
demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim
terbesar didunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya
sebanding dengan kuantitasnya.
B. PERKEMBANGAN POLTIK ISLAM PASCA KEMERDEKAAN
Politik islam dinegara Indonesia mulai
berkembang saat muncul partai Serikat Islam, dan Serikat Islam merupakan partai
politik pertama. Serikat Islam saat pendiriannya didukung rakyat faktor pertama
karena kepemimpinan HOS Cokroaminoto. Kedua sebelum SI ada, sudah berdiri
Serikat Dagang Islam yang merupakan serikat para pedagang batik muslim tokoh
pendirinya yaitu H. Samanhudi. Organisasi ini sangat penting perannya bagi para
pedagang muslim khususnya batik yang pada akhirnya melebur menjadi SI. Selain
Serikat Islam ada pula partai Masyumi dimana dahulu NU dan Muhammadiyah pernah
bersatu dalam partai politik Masyumi yang merupakan kekuatan umat Islam yang
hilang, para tokoh pentingnya yaitu K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Ashari,
lalu apakah yang latar belakang yang menyebabkan Nadhatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah bertentangan sedangkan dahulu mereka bergabung dalam Masyumi?
Sebenarnya NU dan Muhammadiyah awalnya sama saja tetapi kemudian para
pendirinya melakukan ijtihad yang berbeda dan mereka memahaminya, akan tetapi
kemudian ditingkat umat terjadi perdebatan-perdebatan yang sifatnya fiqhiah
yang furu’ (cabang) karena pemahaman umat belum syamil (sempurna). Dimasa
penjajahan organisasi-organisasi tersebut wadah ekspresi politik umat Islam dan
kenyataannya membina masyarakat ketika itu dalam bidang pendidikan khususnya.
Perkembangan Islam di bidang politik mulai menunjukan kemajuan yang pesat mulai
tahun 1999 dengan banyak berdirinya partai-partai yang menjadikan islam sebagai
asasnya, namun polemik politik yang pernah terjadi ketika dekade Pemilu 2004
misalnya, salah satu dari elemen Komisi Fatwa MUI Pusat melontarkan pernyataan
“haram” memilih salah satu calon kandidat presiden. Fatwa haram juga pernah
ditujukan kepada presiden perempuan dengan dalih tidak adak ada pemimpin
perempuan di dalam Islam (ar-rijal qawamun ala an-nisa).
C. GLOBALISASI DAN TANTANGAN UMAT ISLAM
Ada yang paradoks dengan
perkembangan umat Islam dewasa ini. Di tengah tantangan globalisasi yang
memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, umat Islam cenderung terjebak
dengan persoalan internalnya sendiri. Konflik yang bersumber dari persoalan
furuiyah yang tidak mendasar masih terus dipelihara, korupsi, kemiskinan,
keterbelakangan dan bahkan kelaparan belum ‘menjauh’ dari tubuh umat Islam.
Padahal, dunia terus bergerak maju. Globalisasi memungkinkan semua komponen
masyarakat dunia menatap masa depan. Negara-negara maju terus melaju, sedangkan
negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru.
Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa dan
kesejahteraan rakyatnya.
Namun bagaimana dengan konteks globalisasi? Apakah manusia masih dapat
berpangku tangan pada kemurahan alam? Secara teoretis, alam punya keterbatasan.
Abad global adalah zaman inovasi dan kreativitas, tidak hanya di bidang
rekayasa teknologi tetapi juga rekayasa sosial. Rekayasa teknologi dan rekayasa
sosial berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah atas suatu hasil alam
dan kreasi manusia demi mewujudkan tujuan-tujuan kehidupan manusia yang lebih
baik.
Umat Islam dengan
populasi seperlima penduduk dunia apalagi Indonesia yang merupakan Negara
dengan mayoritas berpenduduk beragama Islam sudah seharusnya menyadari betul
fenomena zaman ini. Dulu sudah ada globalisasi, ditandai perdagangan antar
kerajaan kuno, tribalisme, peperangan dan migrasi, tetapi globalisasi di zaman
kita jauh berbeda. Globalisasi kali ini tidak ada persedennya dalam sejarah.
Kedepan ia akan terus mengalami proses dialektika yang sistemik. Konflik dan
ketegangan akan terus mewarnai proses sejarah manusia, tetapi resolusi akan
terus diupayakan.
Note : Terimaksih Telah Mengunjungi Situs Ini...... !!!
Jika Ada Yang Ingin Di Tanyakan...Mohon Tinggal Kan Komentar Anda... Like This Page
0 komentar:
Posting Komentar