BERANDA

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 277-282

Tafsir Al Baqarah Ayat 277-282

Ayat 277-281: Larangan bagi orang-orang mukmin terhadap hal yang masih syubhat dari usaha yang kotor, serta mengingatkan mereka dengan hari Kiamat

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٢٧٧) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٨٠) وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ (٢٨١

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 277-281
277. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati”.

278. “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.

279. “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu; Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)”.

280. “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika menyedekahkan (sebagian atau semua hutang), itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.

281. “Dan takutlah pada hari ketika kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)”.
Ayat 282: “Ayat ini menunjukkan perhatian Islam terhadap ekonomi, penjagaan terhadap hak, perhatiannya terhadap maslahat hamba serta perhatiannya dalam masalah bermu’amalah antara sesama mereka”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 282
282. “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, meka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (mendiktekan apa yang akan ditulis), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mengimlakkan sendiri, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kamu). Jika tidak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan di antara saksi-saksi yang kamu ridhai, agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan persaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi dipersulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Ayat di atas adalah ayat tentang hutang. Ia merupakan ayat terpanjang dalam Al Qur'an. Di dalam ayat ini terdapat banyak hukum yang bermanfaat dan banyak muatannya. Di antaranya:
1. Bolehnya semua jenis mudayanah (utang-piutang), seperti 'aqad salam (jual beli yang barangnya ditunda dan bayaran disegerakan) dan lainnya.
2. 'Aqad salam harus memakai tempo yang ditentukan kapan pembayarannya.
3. Barang dalam akad salam harus ditentukan dan diketahui.
4. Perintah mencatat semua bentuk mudayanah; bisa menunjukkan wajib atau sunat karena penting untuk dicatat. Tanpa dicatat berpeluang besar terjadinya kekeliruan, lupa dan dapat menimbulkan pertengkaran.
5. Perintah penulis untuk membuat tulisan.
6. Penulis harus adil terhadap dirinya, karena tulisannya dijadikan pegangan.
7. Ia wajib berlaku kepada kedua belah pihak, tidak memihak kepada salah satunya karena hubungan kerabat atau persahabatan.
8. Penulis harus mengetahui penulisan dokumen dan yang harus dilakukan kedua belah pihak, serta hal yang dapat dipakai sebagai dokumen, karena tidak ada cara untuk adil kecuali dengan cara seperti itu.
9. Apabila didapatkan dokumen dengan tulisan orang yang terkenal keadilannya, maka dipakai dokumen tersebut, meskipun dia dan para saksinya sudah meninggal.
10. Hendaknya orang yang pandai menulis berbuat ihsan kepada orang lain, yaitu dengan menuliskan hutang orang lain yang butuh kepada penulisan dan tidak menolaknya, sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah berbuat ihsan kepadanya dengan mengajarkan baca-tulis.
11. Perintah bagi penulis agar tidak mencatat selain yang diimla(dikte)kan kepadanya.
12. Orang yang mendiktekan adalah orang yang menanggung hak (yang berhutang).
13. Perintah untuk menjelaskan semua hak yang ditanggungnya dan tidak mengurangi.
14. Pengakuan seseorang terhadap dirinya adalah diterima, karena Allah memerintahkan orang yang menanggung hak mengimlakan kepada pencatat. Apabila pengakuan itu telah dicatat, maka berlaku pula konsekwensi dan isinya.
15. Orang yang menanggung hutang yang jelas ukuran dan sifatnya, seperti banyak atau sedikit, dibayar segera atau lambat, bahwa perkataannya yang dipegang bukan perkataan orang yang memiliki hak. Perkataannya yang dipegang jika terkait dengan jumlah ukuran dan sifatnya.
16. Diharamkan bagi orang yang menanggung hak mengurangi ukuran atau keadaannya yang baik atau waktu pembayarannya serta hal-hal lain yang mengikutinya.
17. Bagi yang tidak mampu mengimla'kan hak tersebut karena usianya yang masih kecil, kurang akal, bisu dsb. maka walinya menggantikan posisinya dalam melakukan imla' dan iqrar (pengakuan).
18. Wali harus melakukan keadilan sebagaimana orang yang menanggung hak, dan tidak mengurangi.
19. Disyaratkan wali harus seorang yang adil.
20. Adanya kewalian (kepengurusan) bagi harta.
21. Hak itu ditanggung oleh anak kecil, orang dungu, orang gila dan kurang akal, tidak ditanggung oleh wali.
22. Pengakuan anak kecil, orang dungu, orang gila dan kurang akal dsb. serta tindakan mereka (terhadap harta) tidak sah. Hal itu, karena Allah menyerahkan imla' (dikte) kepada wali mereka.
23. Sahnya tindakan wali terhadap harta orang-orang tersebut (anak kecil, orang dungu,…dst).
24. Disyari'atkan mempelajari sesuatu yang bisa dipakai sebagai dokumen dan dipercayai oleh kedua belah pihak yang berhutang, karena tujuan yang diinginkan adalah penguatan dan keadilan. Lagi pula sesuatu yang menyempurnakan perkara yang disyari'atkan, maka disyari'atkan pula.
25. Belajar menulis adalah disyari'atkan, bahkan hukumnya fardhu kifayah, karena Allah memerintahkan untuk mencatat hutang.
26. Perintah mengangkat saksi terhadap akad. Namun perintah ini adalah sunat, karena tujuannya adalah untuk menjaga hak. Hal ini kembalinya kepada maslahat mukallaf. Namun jika yang bertindak adalah wali anak yatim atau wali waqf dsb. di mana menjaga hak tersebut adalah wajib, maka mengadakan saksi untuk menjaga hak tersebut adalah wajib.
27. Persaksian terhadap harta adalah dua orang lelaki atau satu laki-laki dan dua orang wanita. Dalam As Sunnah juga dijelaskan, bahwa seorang saksi dengan sumpah dari pendakwa adalah diterima Faedah: Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa persaksian kaum wanita dengan kaum pria adalah boleh baik dalam hal harta, nikah, rujuk, talak dan segala sesuatu selain hudud dan qishas, pendapat ini dikuatkan oleh Ibnul Qayyim].
28. Persaksian anak kecil tidaklah diterima, karena lafaz di ayat tersebut adalah rajul (orang dewasa).
29. Persaksian kaum wanita saja (tanpa ada laki-lakinya) dalam hal harta dsb. adalah tidak diterima. Hal itu, karena Allah tidak menerima mereka (kaum wanita) kecuali bersama laki-laki, namun bisa saja dikatakan, bahwa Allah menjadikan dua wanita sama seperti seorang lelaki karena hikmah yang disebutkan itu (agar tidak lupa), dan hikmah itu ada jika bersama laki-laki atau hanya wanita saja (dalam jumlah yang sama seperti dua orang laki-laki), wallahu a'lam.
30. Persaksian budak yang baligh adalah diterima sebagaimana persaksian orang merdeka berdasarkan keumuman ayat "was tasyhiduu syahiidaini mir rijaalikum".
31. Persaksian kaum kafir baik laki-laki saja maupun wanita tidaklah diterima, karena mereka bukan termasuk golongan kita. Di samping itu, bahwa persaksian dibangun atas keadilan, sedangkan orang-orang kafir tidak adil.
32. Kelebihan laki-laki di atas wanita, sehingga satu laki-laki sama dengan dua wanita karena kuatnya hapalan laki-laki dan lemahnya hapalan kaum wanita.
33. Barang siapa yang lupa persaksiannya lalu diingatkan, kemudian ia pun ingat, maka persaksian tersebut diterima.
34. Seorang saksi apabila khawatir lupa tentang persaksiannya dalam hak-hak yang wajib, maka ia wajib menulisnya.
35. Saksi apabila dipanggil sedangkan dirinya tidak ada 'udzur, maka wajib memenuhi panggilan.
36. Barang siapa yang tidak memiliki sifat para saksi yang persaksiannya diterima, maka tidak wajib memenuhi karena tidak ada faedahnya, di samping itu ia bukan tergolong para saksi.
37. Larangan merasa bosan menuliskan hutang baik besar maupun kecil, kapan waktu dibayar dan segala yang dicakup akad itu baik syarat maupun batasan.
38. Hikmah disyari'atkan mencatat hutang dan mengadakan saksi. Persaksian yang dibarengi tulisan adalah lebih adil, lebih sempurna, dan lebih jauh dari keraguan, pertengkaran dan perselisihan.
39. Orang yang masih ragu-ragu bersaksi tidak boleh maju sampai ia yakin.
40. Adanya rukhshah (keringanan) untuk tidak dicatat apabila mu'amalah itu secara tunai, karena tidak perlu untuk ditulis.
41. Meskipun diberi rukhshah untuk tidak dicatat, namun tetap disyari'atkan mengadakan saksi.
42. Larangan memadharatkan penulis, misalnya memanggilnya saat ia sedang sibuk atau sedang kerepotan.
43. Larangan memadharatkan saksi, misalnya memanggilnya untuk bersaksi saat ia sedang sakit atau sibuk berat.
44. Larangan bagi saksi maupun pencatat memadharatkan pemilik hak, misalnya enggan bersaksi atau meminta upah yang besar. Hal ini, jika lafaz "yudhaaaru", fi'il majhul (k. kerja yang dihilangkan fa'il/pelakunya).
45. Namun jika, lafaz "kaatib" dan "syahiid" sebagai fa'il, maka di sana terdapat larangan bagi saksi dan penulis memadharratkan pemilik hak, baik dengan enggan bersaksi atau meminta upah besar terhadapnya.
46. Menimpakan madharrat (bahaya) termasuk kefasikan.
47. Sifat fasik, iman, nifak, permusuhan dan persahabatan terbagi-bagi dalam diri seseorang, terkadang dalam dirinya ada sifat fasik dan lainnya, demikian juga sifat iman dan kufur. Hal ini berdasarkan ayat "Fa innahuu fusuuqun bikum", karena Allah tidak mengatakan "Fa antum faasiquun" atau "fussaaq" (sebagai orang-orang fasik).
48. Disyaratkan saksi harus adil, berdasarkan kata-kata "mimman tardhauna minasy syuhadaa'".
49. Keadilan disesuaikan dengan uruf (kebiasaan yang berlaku) pada suatu tempat atau suatu masa, berdasarkan ayat "mimman tardhauna minasy syuhada". Oleh karena itu setiap orang yang diridhai dan memang dipandang oleh manusia, maka persaksiannya diterima.
50. Tidak diterimanya persaksian orang yang masih majhul (tidak diketahui keadaannya) sampai ada rekomendasi.

Hukum-hukum di atas diringkas dari Tafsir Syaikh As Sa'diy.
Category: 0 komentar

PERAN ORANG TUA TERHADAP ANAK BERPRESTASI

Peran Orang Tua Terhadap prestasi Anak

Sejak zaman dahulu, orang tua mengharapkan seorang anak yang sukses. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, dalam menjalankanya ada yang berhasil ada juga yang tidak. Orang tua berperan sebagai pembimbing.
Bimbingan adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bimbingan tersebut harus dilakukan oleh orang tua, karena orang tua adalah lingkungan hidup pertama yang mempengaruhi jalan hidup anak. Keluarga adalah lingkungan social terkecil tetapi peranannya sangat besar.
Dalam mendapatkan sebuah prestasi kegiatan yang wajib dilaksanakan anak adalah belajar. Dalam hal ini orang tua sangat berperan penting, karena orang tua mempunyai tanggung jawab untuk memotivasi anak dalam belajar serta membimbingnya. Dalam hal tersebut maka akan menjadikan anak untuk memperhatikan apa yang harus dikerjakannya. Karena orang tuanya selalu memperhatikan apa yang harus dipelajarinya.
Dalam kegiatan tersebut orang tua harus mengetahui pertumbuhan anak. Dengan tersebut, maka orang tua akan mudah mengetahui tingkatan yang harus dipelajari anak. Selain itu kita harus mampu membuat kenyamanan dalam proses belajar.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa orang tua mempunyai peranan besar, yaitu mendidik, membimbing, menyediakan sarana dan prasarana belajar serta memberikan tauladan yang baik kepada anak-anaknya.
Bimbingan orang tua juga sangat berperan penting untuk mengikatkan motivasi belajar. Dengan motovasi tersebut maka seorang anak dapat menunjukkan bakat serta ikut berpartisipasi dalam pendidikan.
Bimbingan yang harus dilakukan oleh orang tua adalah harus mengarah pada kedisiplinan dalam belajar. Motivasi yang ditanamkan harus kuat serta hanya untuk bertujuan mengikuti kegiatan pendidikan. Situasi ini dapat tercipta jika ikatan emosional anak dan orang tua menyatu. Suasana yang aman ini akan membuat anak mengembangkan dirinya untuk menuju masa depan yang berprestasi.
Dalam membimbing dan mendidik anak orang tua tidak boleh memastikan keberhasilannya, karena hal itu dapat menjadikan anak tidak berhasil. Namun, apabila orang tua mendidiknya dengan kasih sayang, perhatian, dan membolehkan kegagalan malah dapat menjadikan keberhasilan anak. Karena pada dasarnya jika seorang anak dipaksa maka anak itu akan memberikan penolakan, rasa marah, dan benci.
Selain itu jika seorang anak diperlakukan dengan sikap orang tua yang tidak berlebihan dalam memberikan perhatian, maupun aturan, maka akan membuat anak merasa dirinya dipercaya dan dihargai serta tidak tertekan dan akan mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan tugasnya khususnya belajar.
Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut pasti berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola dan cara tersebut merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pembimbingan.
Adapun hal-hal yang diberikan orang tua dalam membimbing anak adalah memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap anaknya. Dengan hal-hal tersebut maka akan diharapkan semangat belajar anak naik dan menjadikan prestasi yang unggul.
PERAN ORANG TUA DALAM MEMEBENTUK KEPRIBADIAN ISLAMI ANAK
a)        Kedudukan Orang Tua
Keluarga, terutama orang tua atau bapak ibu, memiliki kedudukan yang istimewa dimata anak-anaknya. Karena orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup masa depan anak, maka mereka dituntut untuk berperan aktif dalam membimbing anak-anaknya dalam kehidupannya didunia yang penuh cobaan dan godaan dalam hal ini bapak ibu menempati posisi sebagai tempat rujukan bagi anak, baik dalam soal moral maupun untuk memperoleh informasi. Peran ini harus disadari oleh seseorang semenjak ia menjadi ibu atau bapak dari anak-anak yang menjadi amanahnya.
Sebagai rujukan moral, orang tua harus memberikan teladan yang baik. Oleh karena itu seorang bapak atau ibu dituntut untuk bertingkah laku yang baik dan benar dalam kehidupan dan kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian orang tua akan dapat selalu menempatkan dirinya dalam posisi sebagai panutan, pemberi teladan dan rujukan moral yang dapat dipertanggung jawabkan bagi anak-anaknya.
Tanggung jawab yang paling menonjol dan diperhatikan oleh Islam adalah tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya yang berhak menerima pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Pada hakikatnya tanggung jawab itu adalah tanggungan yang besar sifatnya dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai sejak masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai masa analisa, pubertas, dan sampai anak menjadi dewasa yang memikul segala kewajiban.
Sebagai orang tua yang hidup pada zaman sekarang mereka harus mendidik dan mempersiapkan anak-anak mereka dengan matang.
Sebab anak akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman yang dialami oleh orang tua dahulu, sehingga mereka bisa menghadapi keadaan zaman yang semakin maju. Dalam hal ini Rosulullah SAW. Bersabda :
Yang artinya:
”didiklah anak-anakmu karena mereka itu dijadikan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu ini”.
b)        Pengembangan aspek keimanan dan akhlakul karimah anak
Setiap anak dilahirkan dalam keadan fitrah. Orang tua dan lingkungan anaklah yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian, prilaku dan kecenderungannya sesuai dengan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi pengaruh yang kuat dan cukup langgeng adalah kejadian dan pengalaman masa kecil sang anak yang tumbuh dar i suasana dari keluarga yang ia tempati. Sabda Nabi saw :
” Tiada manusia lahir (dilahirkan) kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Berdasarkan hadits di atas, maka tidak ragu lagi bahwa lingkungan terutama orang tua memiliki peranan yang besar dalam mendidik dan mempengaruhi anak-anak. Seorang anak akan meniru kebijakan dan kebiasaan dalam keluarganya. Hal ini tidak sekedar pada ucapan-ucapan saja, tetapi melebar sampai pada hal-hal yang ada diluarnya, misalnya makna-makna, petunjuk-petunjuk, dan pengalaman-pengalaman.
Dari segi perilaku, seorang anak akan menyerap pola perilaku yang umum berlaku dimana ia berada yang kemudian mengkristal pada tingkah lakunya. Anak-anak biasanya menggunakan timbangan akhlak sebagai pijakan dalam melihat segala bentuk kehidupan.        Dari aspek sosial, seorang anak terbentuk ras cintanya kepada negara dan lingkungannya dimulai dari rasa perlindungannya pada keluarga, kemudian melebar keseluruh kehidupan, baik yang bersifat pesimis atau optimis. Perlakuan lemah lembut yang penuh dengan kasih sayang, terutama dari kedua orang tuanya, merupakan unsur positif lainnya dalam kepribadiannya.
Hubungan ibu dan bapak sesama mereka mencerminkan kehidupan sakinah dan kasih saying seperti telah diajarkan dalam Islam. Jika orang tuanya taat beribadah, patuh melaksanakan ajaran agama maka si anak akan menyerap nilai-nilai agama yang dilihat, didengar dan dialaminya dalam hidup orang tuanya.
Latihan dan pembiasaan diri untuk hidup sesuai dengan petunjuk agama, termasuk sopan santun, tutur kata, pola tingkah laku dan lainnya harus dicontohkan kepada anak. Latihan dan pendidikan moral yang bersumber pada agama Islam akan dapat menjadi pengawas bagi kepribadiannya.
Semua sikap orang tua selama seseorang dalam masa kanak-kanak secara tidak langsung dan tidak sengaja merupakan pendidikan moral menjadi unsur dalam pembianaan kepribadian. Oleh karena itu seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, rukun, damai serta berakhlak mulia, maka pada masa dewasanya nati akan dapat menikmati kebahagiaan hidup sebagai manusia yang taat beragama.
Tuntunan yang telah diberikan berdasarkan nilai-nilai keislaman ditujukan untuk membina kepribadian anak menjadi pribadi muslim. Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masih bayi, diharapkan agar anak-anak dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal mereka hadapi kelak. Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian muslim ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia dan tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan, ”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya”.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam pembentukan kepribadian islami anak Untuk membentuk kepribadian islami anak, hendaknya orang tua mendidik anak dengan pendidikan keimanan dan akhlakul karimah.
1)         Pengembangan aspek keimanan anak
Keimanan merupakan sumber segala keutamaan dan kesempurnaan, ada pertalian yang erat antara iman dan moral. Pendidikan keimanan merupakan pendidikan perasaan dan jiwa, sedang keduanya telah ada dan melekat pada diri anak sejak kelahirannya (fitrah), maka setiap orang tua harus mampu menanamkan rasa keimanan pada anak dengan sebaik-baiknya, karena perasaan ke-Tuhanan akan hadir secara sempurna dalam pribadi anak yang berperan sebagai dasar berbagai aspek kehidupannya kelak.
Dalam pengembangan aspek keimanan anak, ayah dan ibu hendaklah memperhatikan wasiat Rosulullah saw. Sebagai berikut :
·        Membuka kehidupan anak dengan kalimat
·        Mengenalkan hukum halal dan haram kepada anak
·        Menyuruh anak untuk beribadah pada usia 7 tahun
·        Mendidik anak untuk mencintai Rosulullah, Ahli baitnya dan membaca Al-Qur’an.
2)        Pengembangan aspek akhlak anak
Pendidikan akhlak biasa dikenal dengan pendidikan tingkah laku, pendidikan moral, atau pendidikan etika. orang tua yang bijaksana akan senantiasa mengarahkan perkembangan anak menuju kesempurnaan termasuk didalamnya akhlak anak yang sesuai dengan ajaran Islam
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral, yang terdapat didalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk. [16]
KEPRIBADIAN MUSLIM
Kepribadian adalah suatu yang abstrak yang sukar dilihat atau diketahui secara nyata.
Untuk mengetahui Kepribadian seseorang, diantaranya dengan melihat gejala-gejalanya, yaitu yang tercermin dalam cara bergaul, berpakaian, berbicara, dan menghadapi persoalan atau masalah.
Kepribadian muslim dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah kalu secara lahiriah maupun sikap batinnya.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, Kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya.
Menurut H. Abu Tauhid, ciri-ciri manusia yang berkepribadian muslim adalah sebagai berikut :
·        Beriman dan bertaqwa
·        Giat dan gemar beribadah
·        Berakhlak mulia
·        Sehat jasmani, rohani dan aqli
·        Giat menuntut ilmu
·        Bercita-cita bahagia dunia dan akhirat.
Kepribadian bukan terjadi dengan serta merta, akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang.
Hal ini selaras dengan ungkapan zakiyah drajat, bahwa kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam.
Pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya

REFERENSI
[1] Dr. Kairtini Kartono, Quo Vadis Tujuan Pendidikan, Bandung : CV Mandar Maju, 1991, halaman 63
[2] Muhyiddin Abdul Hamid, Kegelisahan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 1999, halaman 1
[3] Ibid. hal. 1
[4] Chalijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, Surabaya : Al-Ikhlas, halaman 50
[5] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Tri Garda Karya, 1993, halaman 290.
[6] Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : PT. Bumi Restu, 1978, halaman. 951.
[7] H. Abu Tauhid, Seratus Hadits Tentang Pendidikan dan Pengajaran, Purworejo : Imam Puro, 1978, halaman. 1.

[8] Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam


Note : Terimaksih Telah Mengunjungi Situs Ini...... !!!

Jika Ada Yang Ingin Di Tanyakan...Mohon Tinggal Kan Komentar Anda... Like This Page


Category: 0 komentar